Semangat Rohmat (45), warga Wonokerto, Desa Wonosari, Kecamatan Wonosobo tergolong luar biasa. Pasalnya, ia bersedia mengorbankan harta kekayaan hanya untuk membuat temuan baru berupa kompor tanpa sumbu. Kini alat memasak yang ia namai KOHE itu telah memiliki hak paten.
Selama melakukan uji coba, Rohmat telah menghabiskan dana yang cukup besar. Ia sampai menjual sebidang tanah dan mobilnya untuk modal membuat kompor yang berbeda dengan yang lain.
Bahkan, tak tanggung-tanggung ia pun menjual rumahnya ketika usahanya kembali membutuhkan modal yang cukup besar. Dengan uang hasil penjualan itu, Rohmat membeli alat hidrolik, mesin pencetak, bahan baku dan mesin lainnya.
Akibat proses uji coba itu, bapak tiga anak itu nyaris tidak memiliki harta benda lagi, selain hanya alat produksi kompor yang ia beli seharga ratusan juta rupiah.
Kini ia terpaksa harus tinggal di rumah kontrakan di Dusun Wonokerto yang cukup terpencil walaupun masih, termasuk wilayah kecamatan Kota Wonosobo.
"Mungkin kalau dibilang rugi saya sudah menghabiskan uang Rp 600 juta. Sampai-sampai saya sekarang harus ngontrak karena rumah sudah dijual. Sebelumnya saya juga sudah menjual tanah dan juga mobil. Sekarang saya tinggal punya istri dan anak saja," ujar Rohmat, kemarin.
Merasa lega
Namun pria yang sebelumnya bekerja sebagai penyuplai material bangunan itu, merasa lega karena uji cobanya berhasil. Rohmat mengaku kompor tanpa sumbu yang ia ciptakan berbeda dengan kompor-kompor yang diproduksi oleh pabrik. Bahkan ia berani mengklaim kompor tanpa sumbu miliknya merupakan yang pertama di Indonesia.
"Saya membuat kompor ini setelah harga minyak tanah melambung tinggi. Untuk meringankan beban konsumen saya membuat kompor dengan media dari tanah dan minyak tanah yang cukup irit. Dengan tekhnologi media tanah ini, satu liter minyak tanah bisa untuk memasak 8 sampai 10 jam. Padahal kompor biasanya hanya bisa sampai 3 jam,"jelasnya.
Selain menggunakan media tanah dan irit bahan bakar, lanjutnya, keistimewaan kompor ini adalah tidak menggunakan sumbu atau selang penghubung untuk bisa memunculkan api. Sehingga tidak ada risiko meledak seperti kompor biasa atau kompor gas. Bentuknya pun lebih praktis dan menarik.
Rohmat mengaku kendala yang ia alami saat ini adalah bidang permodalan karena harta kekayaannya telah habis. Untuk membeli bahan baku saja, Rohmat seringkali mengalami kesulitan. Padahal konsumen yang membutuhkan kompor buatannya cukup banyak.
"Kalau pemasaranya sangat bagus, hanya saja saya tidak bisa memproduksi secara rutin karena modal yang mepet. Kalau ada suntikan modal saya bisa membuat secara kontinu. Selama ini, kompor saya jual ke toko-toko di Purwokerto, Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo dan lainnya," ungkapnya.
Sumber : www.wawasandigital.com dan www.kr.co.id
No comments:
Post a Comment